RSS

Cerpen "Bungaku Mekar Kembali"


Bungaku Mekar Kembali

            Sinar matahari menerobos celah-celah kamarku. Matahari perlahan-lahan mengibarkan cahayanya. Udara pagi yang sejuk menemani langkahku. Sengaja aku berangkat kerja hari ini pagi-pagi. Ku ingin menikmati nasi pecel. Menu andalan sarapan saat masih duduk di bangku SMA. Warung nasi pecel terletak di pertigaan dekat kantorku.
            Warung nasi pecel itu sudah banyak pembeli ketika aku sampai. Banyak sopir angkot, pegawai maupun anak SMA tengah mengantri. Aku tersenyum melihat segerombolan anak SMA itu. Berada di sini membuatku benar-benar bernostalgia ke masa SMA. Rasa rinduku akan masa itu kembali membayangiku.
            “Eee Mbak Vilanda, monggo mbak duduk dulu.” Sapa Bu Mar, pemilik warung membuyarkan lamunanku. Aku terperangah.
            “O iya Bu.” Jawabku seraya tersenyum. Ku pilih meja kosong di sudut warung. Sebuah suara milik seorang pria melontarkan namaku.
            “Vilanda ??” panggilnya.
            Aku menoleh. Ada nada keraguan dalam suaranya. Mungkin ia kurang yakin aku benar yang ia kenal atau bukan. “Iya..??” jawabku penuh tanda Tanya. Aku tak merasa mengenalnya.
            “Wooii.. lupa sama aku ?” ia langsung duduk di depanku. Senyum menghiasi wajahnya. Keningku berkerut, mencoba mengingat.
            “Ya Allah, Ryan…??!!”
            “Iyalah siapa lagi.. hahaha...!!!” Kami pun tertawa lebar.
            Ingatanku kembali bernostalgia ke masa SMA. Kami dulu satu SMP dan SMA. Kami mulai akrab saat kelas 3 SMP. Sejak kelas 2 SMA kami tak seakrab dulu karena beda jurusan. Ia ambil IPA sedangkan aku memilih IPS. Ia cukup populer di sekolah. Semua warga sekolah pasti mengenalnya. Ia salah satu siswa 10 besar terbaik di sekolah. Ia cukup bandel. Namun, aku tak mengerti kenapa dia yang menanam bunga di hati ini. Bunga yang saat itu pertama kali tumbuh. Bunga ini hanya indah di hatiku, tidak pula di hatinya. Ia jelas tak tau adanya bunga ini. Sekian tahun tak bertemu, kini bungaku mekar kembali.
            “Ngapain di sini Vi ? Kangen sama pecel ?” tanyanya.
            “Iya Ri.”
            Ia kembali tertawa. Hatiku mengatakan terpancar kebahagiaan di wajahnya. Layaknya diriku.
            “Ketawa mulu kamu Ri. Kamu sendiri kangen juga sama pecel ?”
            “Iya nih, langsung inget saat SMA ngliat anak-anak itu.” Pandangannya tertuju pada segerombolan anak SMA yang ku perhatikan tadi.
            “Hahaha..iya Ri. Tadi aku juga langsung inget saat SMA. Yaa itung-itung bernostalgialah.”
            “Bener..bener.. Emang udah lama kita lulus SMA. Eem.. kerja di mana sekarang Vi ?”
            “Di Perusahaan Surya. Kamu ?”
            “Kalau aku yaa…kerja di perusahaan bokap.”
            “Enak dong…”
            “Enak apanya Vi ? Nggak bebas. Semua yang ku lakuin harus bisa jaga nama baik keluarga. Aku pengen jadi diriku sendiri tanpa embel-embel nama keluarga.”
            Bu Mar datang membawa pesanan kami. Sambil menikmati nasi pecel kami mengobrol. Sesekali menyinggung teman-teman SMA. Tak kusangka dapat bertemu Ryan. Putra dari pengusaha kaya, Aswin Handoko. Sedangkan aku lahir dari keluarga sederhana. Tapi aku salut padanya, ia tak pernah pandang bulu berteman. Malah aku yang kadang merasa minder.
            “Keliatannya ada yang berubah deh.” Katanya.
            “Apanya ?”
            “Kamunya.”
            Aku langsung menatapnya. “Kenapa aku ?”
            “Makin cantik.”
            Deg. Aku tercekat. Jantungku berdetak cepat. Ia bilang aku cantik ? Nggak salah denger ?! “Berarti dulu jelek dong ?” Aku mencoba berkelakar. Mencoba bersikap biasa.
            “Ya nggak gitu Vi. Kan aku bilangnya makin cantik. Dulu waktu SMA kan kamu gendut. Rambur selalu dikuncir. Sekarang…” Matanya tajam menatap diriku.
            Aku rishi dilihat begitu. “Eh matanya Ri ! Nggak usah kumat gitu deh.”
            Ia malah tertawa lebar. “Masih inget aja kamu Vi. Penyakit lamaku.”
            “Sampai sekarang masih tuh Ri ? Jorok tau !”
            “Eits jangan salah Vi ! ya jelas udah ilang lah. Kalau nggak ilang, mana mau kamu sama aku.” Aku terkejut mendengar ucapannya. Ku tatap matanya. Ryan malah ganti menatapku sambil tersenyum.
            Waktu terasa cepat berputar. Hingga tak ku sadari jam telah menunjukkan pukul 08.00 WIB.
            “Ya Allah, Ri ! Udah jam 08.00.” Aku segera bangkit dari dudukku.
            “Ya terus kenapa ?”
            “Ya aku harus berangkat ngantor Ryan.”
            “Di sini ajalah Vi. Kan belum kelar ngobrolnya.” Tangannya menggapai lenganku.
            “Kamu kira aku kerja di perusahaan nenek moyangmu apa ! Ya nggak bisa dong Ri. Aku pergi dulu ya..”
            “Aku anter ke kantormu ya..?”
            “Nggak usah deh. Deket kok dari sini.”
            “Udah deh, nurut aja.” Ia langsung menggenggam tanganku menuju mobilnya.
Aku berjalan mengikutinya. Hati ini semakin tak karuan. Detaknya pun semakin nyaring kurasakan. Pipiku memanas. Pasti merah, pikirku. Semoga saja dia tak menyadari perubahan di wajahku. Tapi kuharap dia menyadari mekarnya lagi bunga di hatiku. Bunga yang kujaga selama ini. Bunga cinta untuknya.






Oleh : Ovi Ayuning Tyas
Sekolah : SMAN I GENTENG
Alamat : Dsn. Karangrejo Rt 01/Rw 01,
Cluring, Banyuwangi, Jatim

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

coretan kalian yang dapat membangun sangat ku harapkan ^_^